Maulid Nabi Poros Cahaya Ilahi

Oleh : Muhammad Bachtiar Efendi, S.Th.I., MA.

Sebagian kelompok ada yang tampak “alergi” ketika mendengar tentang Maulid Nabi, hal demikian dianggapnya sebagai perbuatan yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah sejak lahir hingga wafatnya. Menurut kelompok ini seandainya perayaan maulid memang termasuk amal shaleh yang dianjurkan agama, mestinya generasi salaf lebih peka, mengerti dan juga menyelenggarakannya. [Ibn Taimiyah, Fatawa Kubra].

Untuk dapat memahami pernyataan tersebut, seyogyanya kita dapat menjawab pertanyaan sederhana berikut, yakni seandainya Rasulullah SAW kala itu menyelenggarakannya dan memerintahkan para sahabat untuk menggelar peringatan hari kelahirannya sebagaimana para pecintanya saat ini mengadakan secara istimewa dan megah, bukankah dikemudian hari hal tersebut menjadi yang sangat ditekankan, apabila dihukumi sunnah bukankah menjadi muakkad atau bahkan fardhu kifayah

Selanjutnya, bukankah yang tersebut (perayaan maulid di zaman Nabi) saat terjadi akan membuka peluang bagi musuh-musuh Rasulullah menghina dan merendahkan Nabi sebagai orang yang “gila pengakuan” bahkan akan ada ucapan bahwa Muhammad adalah orang yang berlebihan? Sungguh tidaklah benar yang demikian itu.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. dengan sanad yang shahih, bahwa Umar Ibn Khattab ra. pernah berkata, “Aku pernah menemui Rasulullah SAW yang sedang merebahkan dirinya di atas satu selimut. Terlihat tikar itu meninggalkan bekas guratan di sisi tubuhnya. Aku melihat ada gandum kira-kira segenggam hingga satu sha’ dan daun salam untuk menyamak kulit di pojok ruangan. Juga ada selembar kulit yang sudah disamak. Kontak kedua mataku menitikkan air mata.

“Apa yang membuatmu menangis, wahai Ibnuk Khattab?” tanya Rasulullah.

“Wahai Nabi Allah! Bagaimana aku tidak menangis? Tikar ini telah meninggalkan bekas di sisi tubuhmu. Lemarimu itu, tidak ada yang dapat ku lihat selain yang ada di depan mataku. Sedangkan Kisra dan Kaisar di sana berada di antara buah-buahan dan minuman yang berlimpah. Padahal, engkau Nabi Allah dan hamba-Nya yang terpilih.”

“Wahai Ibnul Khattab! Apakah kamu belum rela kalau kita yang memiliki akhirat sedangkan mereka hanya memiliki dunia?” Sabda beliau SAW.

Setidaknya hal demikianlah (Nabi tidak gila pengakuan dan tidak berlebihan) yang dijaga oleh Allah SWT untuk kekasih-Nya dan umat yang dikasihi oleh kekasih-Nya, sehingga perayaan Maulid Nabi tidak menjadi perintah yang dikeluarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi, beliau justru menyunnahkan setiap hari Senin untuk berpuasa karena merupakan hari kelahirannya.

Lalu kenapa ada orang-orang yang menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi secara istimewa dan megah dengan mengundang banyak orang, membacakan qasidah, serta menyediakan hidangan, bukankah cukup baginya berpuasa di hari Senin sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi SAW? Jawabannya yaitu semua atas dasar Cinta kepada Sang Idola. 

Mencintai Rasulullah SAW merupakan bagian dari agama dan penyebab seseorang kelak akan dikumpulkan bersamanya, sebagaimana termaktub dalam sabdanya :

كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ آخِذٌ بِيَدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ ، لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَـيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِيْ ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَا، وَالَّذِي نَفْسِيْ بِيَدِهِ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ. فَقَالَ لَهُ عُمَرُ : فَإِنَّهُ الْآنَ ، وَاللهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَـيَّ مِنْ نَفْسِـيْ ، فَقَالَ النَّبِـيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْآنَ ، يَا عُمَـرَ.

“Kami bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau dalam keadaan memegang tangan ‘Umar bin al-Khaththab. Kemudian ‘Umar berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasûlullâh, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku,’ maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidak! Demi Dzat (Allâh) yang diriku berada di tangan-Nya, sampai aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri,’ lalu ‘Umar pun berkata, ‘Sekaranglah! Demi Allâh, sungguh engkau lebih aku cintai dari diriku sendiri,’ kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sekaranglah wahai ‘Umar (engkau benar)’. HR. Bukhari

أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَتَى السَّاعَةُ ، يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ : مَا أَعْدَدْتَ لَـهَا ؟ قَالَ : مَا أَعْدَدْتُ لَـهَا مِنْ كَثِيْرِ صَلَاةٍ وَلَا صَوْمٍ وَلَا صَدَقَةٍ ، وَلٰكِنِّـيْ أُحِبُّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ ، قَالَ : أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ. 

Seorang laki-laki bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Wahai Rasûlullâh, kapan terjadinya hari kiamat?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Apa yang telah engkau siapkan untuknya?” Dia pun menjawab, “Aku tidak banyak melakukan (amal-amal sunat) berupa shalat, puasa, maupun sedekah, melainkan aku mencintai Allâh dan Rasul-Nya,” maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Engkau bersama siapa yang engkau cintai! HR. Bukhari dan Muslim

Bukankah seseorang yang memiliki cinta akan rela berkorban jiwa, raga, dan harta benda untuk orang yang dicintainya? Bahkan bagi orang-orang yang memiliki cinta, bukankah senang menunjukkan pada khalayak bahwa dirinya sangat mencintai yang dicintainya? Maka sungguh tidaklah berlebihan, jika muslim mengorbankan sesuatu yang dimilikinya untuk Nabi SAW., yang demikian sebagai bentuk terima kasih atas kegigihannya membawa umat menuju keridhaan Allah SWT. 

Menyelenggarakan Maulid Nabi pada hakikatnya ialah meluapkan kegembiraan atas telah lahirnya poros cahaya ilahi bagi alam semesta. Dalam firman-Nya Allah SWT berfirman :

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

“Katakanlah, dengan anugerah Allah dan rahmatNya (Nabi Muhammad Saw) hendaklah mereka menyambut dengan senang gembira, itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan (QS.Yunus: 58)

Dalam kitab Fathul Bari karangan al- Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani diceritakan bahwa Abu Lahab mendapatkan keringanan siksa tiap hari senin karena dia gembira atas kelahiran Rasulullah. Ini membuktikan bahwa bergembira dengan kelahiran Rasulullah memberikan manfaat yang sangat besar, bahkan orang kafirpun dapat merasakannya. [Ibnu hajar, Fathul Bari, Juz 11, hal 431].

Sungguh tidaklah pantas orang-orang yang tidak memiliki cinta membandingkan dirinya dengan para pecinta sesungguhnya. 

أَمُرُّ عَلى الدِيارِ دِيارِ لَيلى  #أُقَبِّلَ ذَا الْجِدَارِ وَذَا الْجِدَارَا 

وَما حُبُّ الدِّيَارِ شَغَفْنَ قَلْبِيْ  #وَلَكِنْ حُبُّ مَنْ سَكَنَ الدِّيَارَا

Aku lewati rumah Layla. Aku ciumi tembok-tembok rumah layla. 

Aku menciumi tembok bukan karena aku mencintai tembok. Namun aku mencintai orang yang berada di balik tembok itu

Biografi Singkat Sang Nabi

Nabi kita Muhammad telah diutus untuk seluruh alam sebagai Rahmat dan keutamaan diberikan kepada beliau SAW melebihi semua. Ayahnya bernama Abdullah putera Abdul Mutthalib, dan nasabnya bersambung kepada Hasyim putera Abdu Manaf. Dan ibunya bernama Aminah Az-Zuhriyyah, yang menyusui beliau adalah Halimah As-Sa’diyyah. Lahirnya di Makkah yang aman, dan wafatnya di Toiybah (Madinah).

Sebelum turun wahyu, nabi Muhammad telah sempurna berumur 40 tahun, dan usia beliau 60 tahun lebih. Ada 7 orang putera-puteri nabi Muhammad, diantara mereka 3 orang laki-laki, maka pahamilah itu. Qasim dan Abdullah yang bergelar At-Thoyyib dan At-Thohir, dengan 2 sebutan inilah (At-Thoyyib dan At-Thohir) Abdullah diberi gelar. Anak yang ketiga bernama Ibrohim dari Sariyyah (Amat perempuan), ibunya (Ibrohim) bernama Mariyah Al-Qibtiyyah. Selain Ibrohim, ibu putera-puteri Nabi Muhammad berasal dari Khodijah, mereka ada 6 orang (selain Ibrohim), maka kenalilah dengan penuh cinta. Dan 4 orang anak perempuan Nabi akan disebutkan, semoga keridhoan Allah untuk mereka semua. Fathimah Az-Zahro yang bersuamikan Ali bin Abi Tholib, dan kedua putera mereka (Hasan dan Husein) adalah cucu Nabi yang sudah jelas keutamaanya. Kemudian Zaenab dan selanjutnya Ruqayyah, dan Ummu Kultsum yang suci lagi diridhoi.

Dari 9 istri Nabi ditinggalkan setelah wafatnya, mereka semua telah diminta memilih syurga atau dunia, maka mereka memilih nabi sebagai panutan ‘Aisyah, Hafshah, dan Saudah, Shofiyyah, Maimunah, dan Romlah, Hindun dan Zaenab, begitu pula Juwairiyyah, Bagi kaum Mu’minin mereka menjadi ibu-ibu yang diridhoi.

Hamzah adalah Paman Nabi demikian pula ‘Abbas, Bibi Nabi adalah Shofiyyah yang mengikuti Nabi
Dan sebelum Nabi Hijrah (ke Madinah), terjadi peristiwa Isro’. Dari Makkah pada malam hari menuju Baitul Maqdis yang dapat dilihat. Setelah Isro’ lalu Mi’roj (naik) keatas sehingga Nabi melihat Tuhan yang berkata-kata. Berkata-kata tanpa bentuk dan ruang. 

Disinilah diwajibkan kepadanya (sholat) 5 waktu yang sebelumnya 50 waktu. Dan Nabi telah menyampaikan kepada umat peristiwa Isro’ tersebut. Dan kewajiban sholat 5 waktu tanpa keraguan
Sungguh beruntung sahabat Abu Bakar As-Shiddiq dengan membenarkan peristiwa tersebut, juga peristiwa Mi’raj yang sudah sepantasnya kebenaran itu disandang bagi pelaku Isro’ Mi’roj. (Aqidatul Awam, karya Syekh Ahmad al-Marzuqi)

Nabi yang Penuh Kasih Sayang

Kasih sayang yang ada dalam diri Nabi SAW tiada tertandingi; ketulusan dan kelembutannya dirasakan oleh seluruh makhluk alam raya, bukan hanya kepada sesama manusia, melainkan pula bagi siapa saja yang dijumpainya.

Tiada kasih sayang dalam praktiknya dari umat ini melainkan bermuara kepadanya. Lisannya SAW selalu memuji Dzat yang Maha Terpuji, tangannya SAW yang senantiasa terulur bagi siapa saja yang membutuhkannya dan hatinya SAW yang tidak pernah kosong dari mengingat kepada Pemilik alam raya ini.

Di dalam al-Quran, Allah SWT menyatakan :

لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِٱلْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. QS. At-Taubah : 128

Suatu hari Abu Laila ra. duduk bersama Rasulullah SAW., tiba-tiba salah satu cucu beliau (Hasan) datang mendekatinya, lalu beliau SAW menyambutnya dan memangkunya. Namun, siapa sangka ternyata anak tersebut kencing dipangkuannya. Abu Laila berkata, “Bahkan, aku melihat air kencing tersebut membasahi hampir seluruh bagian perut Rasulullah SAW.”

Abu Laila menambahkan, “Maka dengan serta merta aku melompat untuk membantunya, sedangkan beliau SAW berkata kepadaku, ‘biarkan saja, jangan lah engkau membuatnya takut.’ Setelah anak tersebut menuntaskan air kencingnya, beliau SAW meminta air, lalu menyiramkan ke bagian tubuh yang terkena.” HR. Ahmad dan Thabrani.

Dikisahkan, bahwa di sudut Madinah pernah terjadi perampasan hewan gembala dan penculikan perempuan oleh kafir Quraisy. Ada salah satu perempuan yang berhasil melarikan diri dari tawanan tersebut bersama unta Rasulullah SAW bernama Adba. Ditengah perjalanan ia sempat bernazar bahwa jika ia terselamatkan dengan unta tersebut, maka akan disembelihlah apa yang ditungganginya.

Sesampainya dirumah perempuan tersebut, para sahabat yang mengetahui keberadaan unta Nabi SAW itu bergegas mengambilnya dan menyerahkannya kepada Rasulullah. 

Beberapa hari kemudian, perempuan itu datang menjumpai Nabi SAW. dan meminta kepadanya agar menyerahkan unta yang dikendarai beberapa hari lalu untuk di sembelih. Mendengar permintaanya, Rasulullah SAW berkata “Betapa buruknya balasanmu terhadap unta itu. Allah SWT telah menyelamatkan kamu dengan perantaranya, tetapi kamu malah menyembelihnya.” 

Perempuan itu menjawab bahwa ia telah terlanjur bernazar akan menyembelihnya. Kemudian Rasulullah SAW pun bersabda, “Tidak ada keharusan memenuhi suatu nazar yang dilakukan dalam keadaan maksiat kepada Allah dan atas sesuatu yang tidak dimiliki oleh anak cucu Adam.”

Rasulullah SAW telah sempurna mengajarkan umat untuk berkasih sayang, sehingga siapa saja yang mengenalnya niscaya akan mencintainya dan enggan jauh darinya. Dalam QS. Ali Imran : 159 dinyatakan :

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.

Lalu mengapa masih ada diantara umat Nabi SAW yang berlaku kasar dalam ucapan dan perbuatan, baik terhadap non muslim terlebih kepada sesamanya? Bukankah tugas sesama umat Nabi ialah mengajak bukan menginjak, merangkul bukan memukul, dan mengingatkan bukan justru menyudutkan?

Maulid Nabi SAW seyogyanya dijadikan sebagai momentum untuk menyadarkan diri agar lebih berkasih sayang terhadap diri sendiri, keluarga, orang lain, dan seluruh ciptaan Allah SWT., yaitu dengan lebih bersemangat mengerjakan perintah dan menjauhi larangan-Nya dan tidak berbuat zhalim kepada siapapun baik dengan lisan maupun tangannya. Karena pada hakikatnya, seseorang yang meneladani Rasulullah SAW. sesungguhnya ia sedang berjalan dalam pancaran cahaya Ilahi.

Muhammad Bachtiar Efendi, S.Th.I., MA.

Koordinator Data Center PCNU Kota Bekasi

Exit mobile version