Ranah Agama dan Sains

(Beragama Tak cukup niat baik, harus didasar cara berpikir tepat dan attitude yang baik)
By:Syam’s

Menafsirkan boleh-boleh saja, tetapi mencocokkan secara sewenang-wenang justru menciutkan makna agama (Karlina Supelli. M,Sc)

Ilmu pengetahuan tidak menyangkal pengetahuan intuitif, metafisis, wahyu dan lain lain karena itu di luar ranah dan kapasitas sains untuk menjelaskannya, sains tak memiliki perangkat metodologisnya.

Kecanggihan teknologi saat ini memungkinkan mudahnya setiap orang mengakses berbagai informasi dan media saat ini menjadikan banyak orang kesulitan untuk memahami, merenungi serta memfilter jutaan data yang masuk berseliweran di berbagai platform medsos (baik narasi, gambar, audio,video dll), ibarat jutaan benda sampah yang mengalir terbawa banjir bandang, hanya terlihat sepintas, lewat dan berlalu begitu saja di depan mata, tanpa difahami substansinya.

Banyak beredar konten video naratif dengan tujuan mulia, niat ingin menonjolkan Kehebatan dan kemu’jizatan Al Qur’an dan Islam.

Banyak sekali beredar konten sejenis ini beredar di medsos dan web site seperti air yang dibacakan ayat Al Qur’an menghasilkan komposisi molekul oksigen dengan kristal kristal tertentu atau video ini dengan satu tujuan yaitu ingin membuktikan
“Kehebatan Mu’jizat Al Qur’an”

Aslinya adalah orasi ilmiah Prof Karlina Supelli M.Sc pada sebuah acara dengan tajuk “Ancaman terhadap pengetahuan”, sebuah judul yang sangat bertolak belakang dengan “video bohong” tak bertanggung jawab dengan memotong (mengambil 1-2 menit) secara tak bertanggung jawab itu kemudian ditambahi animasi suara Al Qur’an, si pembuat video sagat gegabah memanipulasi maksud sebenarnya orasi bu Karlina itu, sebuah tindakan bodoh dan memalukan serta demontrasi keburukan akhlak karena dia berpikir itu cara memuliakan dan mengagungkan kehebatan mu’jizat Al Qur’an.

Lucunya lagi antara si kreator pembuat potongan video dengan narator orasi (bu Karlina) itu sangat bertolak belakang maksudnya, bahkan judul orasi beliau sendiri adalah
“Ancaman terhadap pengetahuan” di mana salah satu ancamannya adalah “cara berpikir agama yang tak tepa”.

Bisa dikatakan ini sebagai “manipulasi, pembohongan dan pemutarbalikan tujuan” dari isi video.

Asli video itu yang hampir 2 jam dipotong begitu saja (1-2 menit) diambil bagian tertentu dan dikatakan itu statement Prof Karlina Supelli, padahal sangat bertolak belakang.

Maksud bu Professor itu hanya sekedar memberi contoh tentang “praktikum penelitian karya Siswa SMA” yang dalam bahasa beliau muncul kata kata “mengharukan dan kasihan”.

Yang beliau maksudkan adalah ada batas ilmu pengetahuan sains ilmiah dan agama yang masing masing otonom tak perlu saling mengintervensi dan mengintimidasi sebagaimana ungkapan beliau;
“Dalam struktur pengetahuan ilmiah, “kepercayaan tidak dapat berperan sebagai penjelasan, dalam ilmu pengetahuan, kepercayaan tidak dapat menggantikan penalaran ilmiah”

Di bawah Ini keterangan lengkap beliau tentang “praktikum siswa” itu:

Dalam ilmu pengetahuan, “kepercayaan tidak dapat menggantikan penalaran ilmiah”. Sebagaimana nalar belaka tidak dapat membuahkan harapan, kepercayaan tidak dapat menghasilkan pengetahuan tentang kementakan gejala-gejala di dunia. Pertimbangan di atas berlebihan untuk menilai praktikum siswa sekolah menengah, tetapi wajar dalam mengevaluasi karya mahasiswa.
Agama dapat menjadi inspirasi bagi ilmuwan, tetapi agama tidak menyediakan pengetahuan terperinci tentang big bang, kode DNA, embriologi, dan sebagainya. Menafsirkan boleh-boleh saja, tetapi mencocokkan secara sewenang-wenang justru menciutkan makna agama.
Ada ironi dalam gerakan semacam itu bila kita menghubungkannya ke gejala sosio-kultural yang lebih luas.
Di satu pihak, tampak orang menempuh pelbagai cara untuk membuktikan kesesuaian teks-teks suci dengan perkembangan ilmu pengetahuan demi menegaskan kewibawaan agama. Di lain pihak, secara gampangan ilmu pengetahuan disingkirkan saat kesimpulannya tidak sesuai dengan tafsir keagamaan yang
diharapkan. Gejala ini jauh lebih berbahaya daripada euforia pseudo-science berembel-embel agama.
(Karlina Supelli, Ancaman terhadap Ilmu Pengetahuan)

Jadi kembali pada masalah di atas ayolah sudahi main cocok cocokan, gutak gatik gatuk agama, biarkan ranah sains dan agama berjalan pada masing2 koridornya tanpa perlu dibenturkan.
Apalagi dengan cara tak terpuji, berbohong dan memanipulasi ucapan orang lain, sebentuk kebangkrutan akhlak.

Terakhir untuk memuliakan dan mengagungkan Al Qur’an bukan dengan cara seperti itu, lebih baik
“Iqro, membaca, mempelajari dan mendalami kandungan Al Quran secara benar”
Al Quran akan menjadi mujizat, agung dan mulia jika kita mempelajari, membaca dan merenunginya secara mendalam lalu berbuah pada sikap diri yang baik dan positif, bukan dengan cara seperti di atas.

Mungkin juga sudah saatnya kita perlu merukyah otak kita yang selama ini salah/kurang tepat memahami dan berpikir tentang agama.

Sisi lain ini adalah tugas para pemuka agama untuk bagaimana mengedukasi “cara berpikir” ummat awam dengan tepat terutama di tengah kemudahan akses media saat ini.

Terakhir mungkin jika bu Karlina tahu video ini kita perlu minta maaf dan mohon pengertian beliau;
“Maafkan kebodohan sebagian ummat kami bu, mohon maklum aja”*

Salam damai,